Pengamat Politik Hendra Yasin Sebut Sistem Proporsional Tertutup Untungkan Partai Besar

TRIBUNNEWS – Munculnya isu Mahkamah Konstitusi bakal mengesahkan Sistem Proporsional Tertutup pada Pemilu 2024 ditanggapi Pengamat Politik Gorontalo, Hendra Yasin.

Direktur Curva Survei Indonesia ini berpendapat, sistem proporsional tertutup lebih menguntungkan partai-partai besar, termasuk bagi partai yang memiliki tokoh di tingkat nasional. Sementara sistem terbuka menguntungkan bagi partai-partai yang memiliki tokoh di daerah.

Apabila nanti proporsional tertutup, ada partai yang memiliki tokoh di daerah. Misalkan tokoh itu berpindah partai, itu bisa merugikan partai tersebut.

“Proporsional tertutup itu menguntungkan partai yang mengakar, termasuk partai baru yang demikian memiliki visi yang disukai masyarakat,” ungkap Hendra kepada TribunGorontalo.com, Senin (29/5/2023).

Disamping itu, andaikan proporsional terbuka diterapkan bakal menguntungkan partai yang memiliki kandidat populer di daerah tersebut. Sebab, demokrasi pada dasarnya melahirkan pemimpin-pemimpin yang disukai, alih-alih yang terbaik.

Jika sistem terbuka, kandidat memiliki popularitas, elektabilitas, akuntabilitas, jikalau lemah bagian itu dibutuhkan namanya ‘isi tas’.

“Isi tas tentu penting sebab pemasangan baliho dan lainnya untuk populer dibutuhkan,” tuturnya.

“Dalam proporsional terbuka, popularitas itu menjadi hal yang penting sekaligus isi tasnya. Tidak usah jauh-jauh misalnya orang yang tidak terkenal di awal tiba-tiba dipilih dan mendapat nomor urut tertentu, karena lagi-lagi soal isi tas dan populernya,” imbuh dia.

Hal itu dinilai wajar, karena beberapa partai mengangkat artis, alasan mendasarnya karena demokrasi dalam pemilihan sistem terbuka cenderung memilih orang yang sudah populer.

Dalam proporsional terbuka lagi-lagi masyarakat memilih orang yang disukai bukan persoalan partainya.

Sehingga, apa yang melekat hari ini dalam proporsional terbuka ialah melekat di setiap individu. Termasuk representasi demografi. Namun, Hendra mengakui dalam proporsional terbuka itu lebih akuntabel.

Kesuksesan atau desain pemilu itu sangat ditentukan oleh institusional politik. Antara lain, partainya, prosedurnya, caranya serta aturannya sangat ditentukan.

Ia menyebut sistem politik bagian dari instrumen manipulatif politik sehingga wajar didalamnya memuat like and dislike. Alasannya, partai akan memilih mana yang menguntungkan dari kedua sistem tersebut.

Proporsional terbuka itu sangat tergantung pada hal pemilih, masyarakat punya hak memilih siapa calon yang diinginkan.

Walaupun diinginkan atau tidak itu bisa saja dibuat sedemikian rupa untuk menarik. Makanya, survei itu dibutuhkan agar membaca kebutuhan masyarakat kemudian dilekatkan pada kandidat.

“Terkadang ada kandidat yang lahir itu adil berwibawa tentu berdasarkan hasil survei yang dibutuhkan rakyat. Kemudian diejawantahkan menjadi personal kandidat,” ungkapnya.

Sebagai contoh, perihal hak dipilih lebih condong ke sistem pemilu proporsional tertutup.

Merunut pada putusan MK, Nomor.14/PUU/XI/2013 , kurang lebih ada enam kesimpulannya; sistem presidensial efektif, penyederhanaan sistem kepartaian dan bangunan sistem koalisi strategic, pemilu serentak antara pileg dan pilpres, pemilu efektif dan efisien, serta menjaga konflik horizontal serta menghasilkan pemilih cerdas.

Melihat putusan MK 2013, yang menghadirkan beberapa poin, menjadi pertanyaan besarnya, apakah sistem presidensial yang dilalui sudah efektif atau tidak. Pertanyaan kedua adalah apakah sistem partai kita sudah sederhana atau tidak, ketiga soal sistem koalisi strategic.

“Hari ini kita ketahui sistem partai kita ialah multi partai yang kemudian sangat banyak, makanya sebenernya ada tujuan menyerahkan partai dengan menaikkan Parlemen threshold menjadi empat persen. Walaupun mau dinaikkan menjadi perdebatan di kalangan anggota DPR RI,” paparnya.

Termasuk soal koalisi strategic, secara jujur bisa dikatakan tidak tahu mana partai nasionalis, agamais yang basisnya islamis atau religius. Soal berkoalisi misalnya, tiba-tiba nasionalis berkumpul dengan basisnya islamis religius.

Jika melihat amar putusan sistem pemilu, tentu menjadi hal sangat penting, apakah terbuka atau tertutup. Katanya, jika melihat sistem proporsional terbuka saat ini, sangat kental konflik horizontal di kalangan masyarakat, disebabkan basis yang dipilih adalah perseorangan.

Masalah Indonesia saat ini disebut tak memiliki cara bagaimana mengevaluasi sistem pemilu . Harusnya dalam dua kali pemilu itu ada evaluasi.

“Sejauh ini kepartaian kita Indonesia bisa disebut partai kecoh yang setiap tahun pemilu pasti akan berbeda isunya,” tutup Hendra.


Sumber: https://gorontalo.tribunnews.com/2023/05/29/pengamat-politik-gorontalo-hendra-yasin-sebut-sistem-proporsional-tertutup-untungkan-partai-besar