293 Hari Menuju Pilpres 2024 – Pengamat: Baliho Ganjar Berefek pada Elektabilitasnya di Gorontalo

TRIBUNNEWS – Pemasangan baliho Calon Presiden (Capres) PDIP Ganjar Pranowo di Gorontalo tentu dapat meningkatkan elektabilitasnya di daerah ini.

Direktur Curva Survei Indonesia (CSI) Hendra Yasin, hadirnya baliho Ganjar adalah respons dari dua hal.

“Bukan karena Ganjar tertinggi elektabilitasnya di pencapresan tapi dia adalah capres. Selama ini, Ganjar belum ditunjuk oleh partai manapun. Yang mendeklarasikan capres selama ini hanya Nasdem soal Anies (Baswedan) dan Gerindra dengan Prabowo (Subianto). Namun kehadiran baliho sebagai penegasan Ganjar adalah capres,” kata Hendra kepada TribunGorontalo.com, Rabu 26 April 2023.

Artinya, lanjut Dosen IAIN Sultan Amai Gorontalo ini, dia (baliho) harus berefek pada masyarakat. Masyarakat harus tau dan tentu ini berefek meningkatkan elektabilitas Ganjar di Gorontalo.

Lanjut alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, Ganjar sebagai capres tidak akan tergantikan sebab ia sudah dinaikkan tugasnya.

Awalnya sebagai petugas partai kemudian dinaikkan sebagai capres.

Bisa berubah capres PDIP itu jika ada turbulensi politik yang bisa saja merubah banyak hal namun selama itu tidak ada, tentu capres PDIP tidak akan berubah.

Selama ini, PDIP tipikal partai yang selalu menunggu momentum yang tepat.

Penetapan Ganjar sebagai capres dan momentum Idulfitri tentu ini luar biasa.

Sebab saat Idulfitri, Ganjar bisa bersilaturahmi dengan siapa saja apalagi kehadiran baliho bertulisakan capres RI dan ucapan Idulfitri.

“Paling tepat, jalannya mesin politik adalah penentu kemenangan, mau orang itu banyak uang namun mesin politik tidak jalan maka susah,” tegasnya.

Kata Hendra, penentuan Ganjar sebagai capres tentu analisa PDIP cukup panjang dan bukan hasil perenungan semalam dan tentu dipikirkan matang.

Terlebih dari hasil survei, lembaga survei yang cukup kredibel, Ganjar punya elektabilitas yang cukup mempuni dan itu berefek pada PDIP dibandingkan Puan Maharani.

Katanya, banyak pertimbangan penetapan Ganjar sebagai capres mulai dari ia sebagai tokoh, juga dari pertimbangan ideologis.

Secara ideologis Ganjar clear di wilayah itu. Kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), juga kader partai, pernah jadi anggota DPR RI dari PDIP, Gubernur dua periode dari PDIP tentu pertimbangan sudah matang.

“Inti kontestasi politik tentu kemenangan, nah Ganjar dilihat sebagai kader yang bisa membawa kemenangan,”tukas Hendra.

Profil Ganjar

Nama Ganjar Pranowo ramai diperbincangkan publik setelah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menugaskan Ganjar untuk maju sebagai calon presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Ganjar bukanlah nama baru yang disebut-sebut dalam kontestasi Piplres tahun depan.

Ia beberapa kali memuncaki hasil lembaga survei, selalu masuk tiga besar dalam elektabilitas capres.

Namun, namanya yang melejit sebagai capres bukan hasil sulapan.

Ia memiliki karier politik yang panjang dan kisah hidup yang getir untuk sampai ke tempat ini.

Kisah hidup Ganjar misalnya, lahir di Karanganyar pada 28 Oktober 1968 dengan profil keluarga yang biasa-biasa saja.
Dikutip Kompas.id, keluarga Ganjar bisa disebut hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Ayahnya, S Parmudji adalah polisi berpangkat rendah, sedangkan ibunya merupakan ibu rumah tangga. Ganjar tumbuh di Karanganyar.

Ia mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 02 Tawangmangu, kemudian sempat pindah ke SDN 1 Kutoarjo dengan alasan perpindahan dinas ayahnya.

Ia beranjak remaja dengan mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kutoarjo yang kini menjadi SMPN 3 Kutoarjo.

Saat remaja inilah, Ganjar sempat membantu ibunya berjualan bensin eceran di toko kelontong sederhana milik ibunya untuk membantu perekonomian keluarga.

Lulus SMP, Ganjar remaja melanjutkan perjalanan akademiknya di Yogyakarta dengan bantuan kakak tertuanya Kunto dan kakak iparnya, Ika.

Ia masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 BOPKRI Yogyakarta.
Dari sini, jiwa aktivis dan kepempimpinan Ganjar mulai terlihat.

Ganjar aktif berorganisasi, masuk PMR, Pramuka, termasuk OSIS. Lulus SMA, ia kemudian memantapkan diri melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum UGM.

Awal karier politik Ganjar Kecintaannya terhadap organisasi semakin terlihat saat berstatus sebagai mahasiswa.

Dia menjadi anggota pers mahasiswa, masuk dalam GMNI, dan aktif sebagai mahasiswa pecinta alam.

Saat masih jadi mahasiswa itu pula Ganjar bergabung sebagai kader PDI-P di tahun 1992.

Ia memilih PDI-P karena dinilainya sebagai antitesis dari rezim Presiden Soeharto. Ia kemudian lulus bergelar sarjana hukum pada 1995.

Selanjutnya, Ganjar mencoba peruntungan sebagai konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) di sebuah perusahaan swasta.

Karier profesionalnya di bidang konsultan dia setop di tahun 1999.

Kemudian, Ganjar memantapkan diri menekuni politik praktis pada tahun 2002.

Ganjar saat itu mendapat kesempatan menjadi Deputi I Badan Pendidikan dan Pelatihan Pusat (Badiklatpus) PDI-Perjuangan.

Ganjar juga menjadi anggota Bidang Penggalangan Panitia Pemenangan Pemilu Pusat pada tahun berikutnya.

Mulai tempati jabatan publik Setelah dua tahun menekuni politik praktis, Ganjar ditugaskan menjadi anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-P periode 2004-2009. Dari sini, kariernya moncer.

Sebagai anggota DPR RI partai oposisi, Ganjar lihai mengkritik pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada Februari 2005, Ganjar Pranowo, bersama rekannya Agus Tjondro menggulirkan kritik keras kepada Presiden SBY karena dianggap tidak melaksanakan UU Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN tahun 2005 (Kompas, 28/2/2005).

Ganjar juga tak ragu mengkritik lembaga tempatnya bernaung, salah satu contohnya adalah ketika DPR berlarut-larut gagal menyepakati dua materi dalam RUU Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada Februari 2008.

Ganjar kemudian kembali menduduki kursi DPR pada periode 2009-2013.

Di sini, dia mematangkan kritikan periode kedua kepemimpinan SBY, salah satunya terlibat menjadi tim ad hoc DPR untuk mengusut kasus Bank Century.

Habis masa jabatannya di DPR, Ganjar ditugaskan PDI-P maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2018.
Saat itu, Ganjar dipasangkan dengan Heru Sudjatmoko yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Purbalingga.

Dia menang dengan suara 48,82 persen rakyat Jawa Tengah, meninggalkan petahana Bibit Waluyo-Sudijono Satroatmodjo yang memperoleh 30,26 persen suara.

Kata Ganjar, kemenangannya didorong tiga faktor; kekuatan partai yang solid dan efektif, dukungan sukarela, dan kehendak masyarakat yang ingin perubahan.

Pada Pilkada periode keduanya, Ganjar menang 58,78 persen suara dibandingkan pesaingnya Sudirman Said-Ida Fauziah.

Selama menjabat di jabatan publik itu, Ganjar mendapat sejumlah penghargaan, di antaranya Anugerah Pataka Paramadhana Utama Nugraha Koperasi 2013, Kepala Daerah Inovatif untuk kategori layanan publik di tahun 2014.

Ia juga menjadi tokoh media radio Jawa Tengah (2015) dan pemerintah daerah dengan tingkat kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) terbaik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2017.


Sumber: https://gorontalo.tribunnews.com/2023/04/26/293-hari-menuju-pilpres-2024-pengamat-baliho-ganjar-berefek-pada-elektabilitasnya-di-gorontalo?page=all